Kamis, 16 Mei 2019

Esensi & Urgensi Identitas Nasional

PENDAHULUAN 

1.1. Latar Belakang

Setiap negara yang merdeka dan berdaulat sudah dapat dipastikan berupanya memiliki identitas nasional agar negara tersebut dapat dikenal oleh negara-bangsa lain, dan dapat dibedakan dengan bangsa lain. Identitas Nasional mampu menjafa eksistensi dan kelangsungan hidup negara-bangsa. Negara-bangsa memiliki kewibawaan dan kehormatan sebagai bangsa yang sejajar dengan bangsa lain serta akan menyatukan bangsa yang bersangkutan. 

Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi ini mendapat tantangan yang sangat kuat, terutama karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut 'Berger' dalam The Capitalist Revolution, era globalisasi dewasa ini ideologi kapitalislah yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu per satu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib sosial, politik, dan kebudayaan (Berger, 1988).

1.2. Pengertian Identitas Nasional

Secara etimologis identitas nasional berasal dari dua kata yaitu, "identitas" dan "nasional". Kata identitas berasal dari bahasa Inggris (identity) yang memiliki pengertian harafiah ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseoranf atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam istilah antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadran diri pribadi sendiri, golongan sendri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini, identitas tidak terbatas pada individu semata tetapi berlaku pula paada suatu kelompok. Sedangkan kata "nasional" merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang kemudian disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (collective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme. 

Menurut Koento Wibisono (2005) menyatakan bahwa Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa, dengan ciri-ciri yang khas, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup maupun kehidupannya. Bila dilihat dalam konteks Indonesia, maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan kita dalam arti luas; misalnya dalam aturan perundang-perundangan atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, nilai-nilai etik dan moral yang secara nortmatif diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran nasional maupun internasional dan lain sebagainya. Nilai-nilai budaya yang tercermin dalam Indentitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang "terbuka" yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa identitas nasional adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.

1.3. Cara Mendapatkan Kewarganegaraan Indonesia

  1. Keturunan : mereka yang berdarah Indonesia, karena orangtuanya adalah warga yang memiliki kewarganegaraan Indonesia. Seperti kabanyakan masyarakat Indonesia yang memiliki kewarganegaraan Indonesia karena memiliki orangtua asli Indonesia.
  2. Perkawinan : jika seorang menikah dengan seorang warga yang tinggal di Indonesia, maka WNA atau orang itu bisa memiliki kewarganegaraan Indonesia karena mereka telah menikah dengan sah dan secara hukum dengan warga negara Indonesia.
  3. Pengangkatan / adopsi : jika seorang anak yang memiliki kewarganegaraan asing atau berasal dari luar negeri yang usianya masih dibawah lima tahun dan diadopsi atau diangkat secara sah oleh orantua angkat yang berasal dari Indonesia, maka anak itu bisa memiliki kewarganegaraan Indonesia. 
  4. Kelahiran tertentu : seorang bisa mendapatkan kewarganegaraan Indonesia jika lahir di negara Indonesia. Namun, jika kelahiran ini tidak berlaku untuk semua kelahiran anak keturunan negara asing yang ada di Indonesia. Misalnya saja ada seorang anak yang lahir di Indonesia dan tidak diketahui siapa kedua orangtuanya dan darimana anak ini berasal. Maka anak yang ditelantarkan itu bisa memiliki kewarganegaraan Indonesia karena tidak ada informasi yang jelas. 
  5. Naturalisasi : warga asing yang meminta permohonan untuk berpindah ke kewarganegaraan Indonesia melalui HAM dan juga menteri hukum melalui pengadilan negeri setempat atau Kedubes RI. Contohnya; pemain sepak bola yang ingin bermain di Indonesia.
  6. Tawaran oleh Negara Indonesia : mendapatkan tawaran dari pemerintah Indonesia untuk mengganti kewarganegaraan. Biasanya orang yang mendapatkan tawaran tersebut adalah orang yang memiliki kewarganegaraan asing namun ia telah berjasa bagi bangsa Indonesia dan memiliki peran penting dalam membangun negara. 

1.4. Hal-hal yang Mengakibat Kehilangnya Kewarganegaraan Indonesia

Setiap Warga Negara dapat dengan sendirinya mengalami kehilangan status kewarganegaraannya yang disebabkan hal-hali berikut ini; 

  • memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
  • tidak menolaj atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
  • masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin presiden;
  • secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia;
  • secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
  • tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
  • mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih nerlaku dari negara lain atas namanya, atau;
  • bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi warga negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 tahun itu berarkhir. dan setia 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin menetap menjadi WNI kepada perwakilan republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal perwakilan republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan
  • WNI yang dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh presiden atas permohonannya sendiri apabila yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakn hilang kewarganegaraan republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan. 


Kamis, 09 Mei 2019

Hakikat, Instrumentasi & Praksis Demokrasi Indonesia

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demokrasi merupakan suatu dasar dalam pembentukan pemerintahan dan yang ada didalamny (masyarakat) dalam kekuasan mengatur dan memerintah dikendalikan secara sah oleh seluruh anggota masyarakat. Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi. ada yang dinamakan : Demokrasi Konstitusional, Demokrasi Parlementer, Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Soviet, Demokrasi Nasional, dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut asal kata 'rakyat berkuasa' atau government by the people - Abraham Lincoln. Dalam bahasa Yunani kuno ; demos berarti rakyat, kratos/kratein yang berarti kekuasaan/berkuasa). 

Setiap negara mempunyai ciri khas dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat atau demokrasinya. Hal ini ditentukan oleh sejarah negara yang bersangkutan, kebudayaan, pandangan hidup, serta tujuan yang ingin dicapainya. Dengan demikian pada setiap negara terdapat corak khas yang tercermin pada pola sikap, keyakinan dan perasaan tertentu yang mendasari, mengarahkan, dan memberi arti pada tingkah laku dan proses berdemokrasi dalam suatu sistem politik. Begitu pula dengan Indonesia, Indonesia memiliki landasan atau acuan tersendiri dalam proses demokrasinya, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Penjabarab demokrasi dalam ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan dalam konsep demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 sebagai "staatsyfundamentalnorm" yaitu "...suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat..." (ayat 2), selanjutnya didalam Romawi III dijelaskan "Kedaulatan Rakyat..." 

Pancasila bukan yang paling fundamental: kebebasan beragama; hormat tanpa kompromi terhadap hak-hak asasi manusia; kebangsaan yang mempersatukan dalam sinergi pembangunan; semangat kerakyatan yang tak lain adalah demokrasi; sertaa keadilan sosial. Hal inilah yang menjadi corak khas dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, yaitu Demokrasi Pancasila

1.2. Sistem Demokrasi di Indonesia

Demokrasi Terpimpin 1957 - 1966

Demokrasi Terpimpin adalah sistem demokrasi di Indonesia yang berlaku dari tahun 1957 sampai Orde Baru dimulai pada tahun 1966. Itu adalah gagasan Presiden Sukarno, dan merupakan upaya untuj mewujudkan stabilitas politik. Ia mendirikan sistem tersebut berdasarkan sistem diskusi dan konsensus desa tradisional, yang terjadi di bawah bimbingan para ketua desa.



Orde Baru / Demokrasi Pancasila 1966 - 1998

Orde Baru adalah istilah yang diciptakan oleh Presiden Indonesia kedua Suharto untuk menggambarkan rezimnya ketika ia berkuasa pada tahun 1966. Suharto menggunakan istilah ini untuk membedakan pemerintahannya dengan pemerintahan pendahulunya, Sukarno (dijuluki "Orde lama"). Rezim Orde Baru yang didirikan oleh Suharto memiliki ideologinya sendiri - Demokrasi Pancasila



Demokrasi Konstitusional 1998 

Setelah kejatuhannya rezim Orde Baru yang otoriter pada tahun 1998, berbagai perubahan konstitusional telah dilakukan untuk mengurangkan dan melemahkan kekuasaan cabang-cabang eksekutif. Dengan demikian, membuat sebuah sistem kediktatoran menjadi hampir mustahil. Sistem demokrasi di Indonesia merupakan "Demokrasi Konstitusional".

1.3. Suprastruktur & Infrastruktur Politik Indonesia

Kekuatan politik Indonesia terdiri dari infrastruktur dan suprastruktur politik. Adapun suprastruktur politik terdiri dari lembaga tinggi negara yang bisasnya termaksud dalam konstitusi negara tersebut. Sedangkan infrastruktur politik merupakan lembaga yang dapat mempengaruhi suprastruktu politik sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan. 

  1. Era Soekarno (1945 - 1967) : pada era Soekarno, relasi antara lembaga suprastruktur pada awalnya legislatif heavy namun paska dekrit presiden 5 Juli 1959 menjadi eksekutif heavy dengan aktor tunggal yaitu Soekarno sendiri. Sedangkan Yudikatif tidak memrankan peranan signifikan dan cenderung tunduk dengan kekuasaan yang sedang berkuasa atau tidak memiliki kemandirian dalam bersikap dan bertindak. 
  2. Era Soeharto (1967 - 1998) : pada era Soeharto, sejak awal sudah dikondisikan untuk eksekutif heavy artinya kedudukan Presiden begitu kuat apalagi di lembaga legislatif sendiri sudah dikooptasi menjadi bagian dari pendukung kepresidenan melalu partai Golkar sebagai partai hegeomik tunggal. Presiden sendiri pun adalah ketua Dewan Pembina Nasioanl, partai golkan sebagaimana kepala daerah tingkat I (gubernur) dan Kepala Daerah tingkat II (walikota/bupati) yang menjadi Dewan Pembina Partai Golkar di setiap jenjang. 
  3. Era Reformasi (1998 - sekarang) : era reformasi ini ketiga lembaga suprastruktural ini seakan mewarnai kontelasi politik di era ini. Seakan-akan lembaga ini berusaha menunjukan kekuatan dan kekuasaan terhadap lembaga lain. Semisial Presiden benar-benar mewujudkan diri sebagai lembaga eksekutif yang desegani oleh legislatif ataupun yudikatif karena presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan tidak dengan mudah dijatuhkan melalui mosi tidak percaya. Legislatif pun juga seakan-akan benar-benar melakukan pengawasan terhadap lembaga lain melalui kewenangan budgeting, legislating dan controlling. Yudikatif pun benar-benar menunjukan kekuasaannya melalui tindakan-tindakan memenjarakan akto-aktor di legislative (anggota dewan) ataupun eksekutif (menteri) yang benar-benar taleh melakukan tindakan melawan hokum baik korupsi dan sebagainya. 


1.4. Sistem Politik Indonesia

Politik Indonesia terjadi dalam rangka republik demokratis perwakilan presiden di mana Presiden Indonesia adalah kepala negara dan kepala pemerintahan dan sistem multi-partai. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh pemerintah, kekuasaan legislatif berada di tangan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Peradilan tidak tergantung pada eksekutif dan legislatif. 

UUD 1945 mengatur pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudisial secara terbatas. Sistem pemerintahan telah digambarkan sebagai "presidensial dengan karakteristik parlementer". Menyusul kerusuhan di Indonesia pada Mei 1998 dan pengunduran diri Presiden Suharto, beberapa reformasi politik dilakukan via amandemen Konstitusi Indonesia, yang mengakibatkan perubahan pada semua cabang pemerintahan. 

Sistem politik Indonesia berdasar pada ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. Sistem politik Indonesia mengalami banyak perubahan setelah ada amendemen terhadap UUD 9145. Perbandingan sistem politik Indonesia sebelum amandemen dan sesudah amendemen UUD 1945 adalah sebagai berikut: 

  1. Sistem Politik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945 - kedaulatan berada di tangan rakyat dan sepenuhnya dijalankan oleh MOR, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, artinya presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggraan negara, kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-lembaga negara. UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga legislatif terdiri atas MPR yang merupakan lembeaga tertinggi dan DPR. Lembaga eksekutif terdiri atas presiden dan menjalankan tugasnya yang dibantu oleh seorang wakil presiden serta kabinet. Lembaga yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh MA sebagai lembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain yang berada dibawahnya. 
  2. Sistem Politik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 - pokok-pokok sistem politik di Indonesia setelah amendemen UUD 1945 adalah sebagai berikut:
    1. bentuk negara adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahan adalah republik. NKRI terbagi dalam 34 daerah provinsi dengan menggunakan prinsip desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dengan demikian, terdapat pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 
    2. kekuasaan eksekutif berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden beserta wakilnya dipilih dalam satu paket secara langsung oleh rakyat. Presiden tidak bertanggung jawab pada parlemen, dan tidak dapat membubarkan parlemen. Masa jabatan presiden dan wakilnya adalah lima tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. 
    3. tidak ada lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara. Yang ada lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, BPK, presiden, MK, KY dan MA.
    4. DPA ditiadakan yang kemudian dibentuk sebuah dewan pertimbangan yang berada langsung dibawah presiden.
    5. kekuasaan membentuk UU ada ditangan DPR. Selain itu DPR menetapkan anggaran belanja negara dan mengawasi jalannya pemerintahan. DPR tidak dapat dibubarkan oleh presiden beserta kabinetnya, tetapi dapat mengajukan usulan pemberhentian presiden kepada MPR.