Sebagai seorang arsitek, akan selalu mencari suatu desain atau solusi yang ethical dan sustainable di jaman 'climate change awareness' ini. Timber architecture, technologi yang menjadi response terhadap peristiwa moderen ini telah di terapkan di beberapa negeri besar, seperti; Jepang mengumumkan sebuah proyek untuk membangun 'skyscraper kayu' di Tokyo pada tahun 2041 yang akan datang, sedangkan di Eropa akan mengadakan 'bangunan berstruktur kayu' terbersar di Netherlands, dan 'tower kayu' tertinggi se-dunia di Norway. Potensi untuk kayu massal telah menjadi material yang dominan untuk perkotaan yang sustainable di masa depan dan telah menjadi suatu estetika yang unik dalam dunia arsitektur moderen. Hal ini menjadi suatu topic yang menarik dan inspirasi bagi perusahaan arsitek, universitas, dan pemerintahan untuk mendalami dan berinvestasi dalam proyek yang sangat ambisi ini.
Dalam lingkungan perkotaan, mayoritas bangunan menggunakan struktur baja, concrete, dan kaca. Hal itu telah menjadi suatu yang iconic dalam perancangan arsitektur sesuai dari idea yang di terapkan oleh Miles van der Rohe pada tahun 1920, sebagai pergerakan arsitektur modernist. Pada tahun tersebut keadaan dunia merupakan industrial yang booming dan itu masuk akal untuk menerapkan teknologi seperti baja, concrete, dan kaca ke bangunan. Melihat jaman terkini, keadaan dunia sangat kompleks dengan beberapa issue yang pantas di analisa. Memang perubahan iklim adalah suatu peristiwa tersebut, namun, keadaan dunia yang paling mencolok pada jaman terkini adalah (menurut saya); 'Post 9/11' yang terjadi di amerika Serikat, maka itu, dunia mengadakan kesadaran global terhadap peristiwa ini dengan menciptakan teknologi 'cybernetic' suatu pendekatan terhadap 'artificial intelligence' dan 'digital age' oleh karena itu, arsitektur akan lebih menguntukan jika menyesuaikan prinsipnya terhadap topik atau peristiwa tersebut. Selain itu, issue mengenai perubahan iklim bisa diselesaikan oleh ilmuan-ilmuan atau geologis yang profesional.
Memang pendapat saya bisa dikatakan 'sinis' bagi beberapa orang. Tetapi menurut saya, cara berfikir seperti ini akan membantu untuk mempersiapkan diri dari 'senario terburuk' di masa depan.
Objek: Tower Kayu Tertinggi di Australia, Bribane
Memang pendapat saya bisa dikatakan 'sinis' bagi beberapa orang. Tetapi menurut saya, cara berfikir seperti ini akan membantu untuk mempersiapkan diri dari 'senario terburuk' di masa depan.
Objek: Tower Kayu Tertinggi di Australia, Bribane
Menurut saya, material kayu lebih efesien dan hemat biaya saat digunakan sebagai material finishing, material pendukung, bukan sebagai struktur inti dari bangunan; apalagi bangunan itu adalah bangungan high-rise maupun skyscraper. Meskipun kayu memiliki faktor-faktor yang environmental friendly, jumlah kayu yang dibutuhkan untuk membangun suatu high-rise atau skyscraper sangat banyak dan akan memakan banyak ekar hutan. Bukan hanya itu, tetapi material kayu tidak dapat menahan kebakabaran, vandalisme, dan menarik kehidupan hewan-hewan yang tidak di inginkan.
Kesimpulannya, kayu tetap menjadi sebuah material yang populer dan prestigious dalam dunia arsitektur dan akan memiliki potensi sebagai response terhadap perubahan iklim dan estetika bangunan di jaman yang akan datang. Namun, berfikir secara progresif; menurut saya, menerapkan material kayu sebagai struktur inti dalam bangunan besar adalah suatu langkah mundur menju kemajuan arsitektur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar